Reborn of College in 4.0 : Kampus Mahasiswa & Lulusan Milenial di Era Digital

image_print

Nama Lengkap            : Rizal Mawardi, S.E., Ak., M.A

Profesi                         : Dosen Tetap Perbanas Institute

Personal Branding      : Educator Finance Accounting & Auditing, Researcher, Ex-Analyst Business  and Credit 

Peringatan Hari Dies Natalis Emas Perbanas Institute ke-50 yang dibarengi oleh fenomena Revolusi Industri 4.0 menjadi suatu momentum yang tepat untuk berbenah diri demi menjadi kampus yang menghasilkan lulusan di era milenial ini. Revolusi industri 4.0 secara umum diketahui sebagai perubahan cara kerja yang menitikberatkan pada pengelolaan data, sistem kerja industri melalui kemajuan teknologi, komunikasi dan peningkatan efisiensi kerja yang berkaitan dengan interaksi manusia. Data menjadi kebutuhan utama organisasi dalam proses pengambilan keputusan korporat yang didukung oleh daya komputasi dan sistem penyimpanan data yang tidak terbatas.

Perguruan Tinggi merupakan lembaga formal yang diharapkan dapat melahirkan tenaga kerja kompeten yang siap menghadapi industri kerja yang kian berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Keahlian kerja, kemampuan beradaptasi dan pola pikir yang dinamis menjadi tantangan bagi sumber daya manusia, di mana selayaknya dapat diperoleh saat mengenyam pendidikan formal di Perguruan Tinggi.

Tantangan & Peluang Perguruan Tinggi di Era Revolusi Industri 4.0

Kuantitas bukan lagi menjadi indikator utama bagi suatu perguruan tinggi dalam mencapai kesuksesan, melainkan kualitas lulusannya. Kesuksesan sebuah negara dalam menghadapi revolusi industri 4.0 erat kaitannya dengan inovasi yang diciptakan oleh sumber daya yang berkualitas, sehingga Perguruan Tinggi wajib dapat menjawab tantangan untuk menghadapi kemajuan teknologi dan persaingan dunia kerja di era globalisasi.

Dalam menciptakan sumber daya yang inovatif dan adaptif terhadap teknologi, diperlukan penyesuaian sarana dan prasarana pembelajaran dalam hal teknologi informasi, internet, analisis big data dan komputerisasi. Perguruan tinggi yang menyediakan infrastruktur pembelajaran tersebut diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang terampil dalam aspek literasi data, literasi teknologi dan literasi manusia. Terobosan inovasi akan berujung pada peningkatan produktivitas industri dan melahirkan perusahaan pemula berbasis teknologi, seperti yang banyak bermunculan di Indonesia saat ini.

Tantangan berikutnya adalah rekonstruksi kurikulum pendidikan tinggi yang responsif terhadap revolusi industri juga diperlukan, seperti desain ulang kurikulum dengan pendekatan human digital dan keahlian berbasis digital. Persiapan dalam menghasilkan lulusan yang mampu beradaptasi dengan Revolusi Industri 4.0 adalah salah satu cara yang dapat dilakukan Perguruan Tinggi untuk meningkatkan daya saing terhadap kompetitor dan daya tarik bagi calon mahasiswa.

Selain lambat, geliat perubahan kampus masih sebatas prosedural seperti menambah instrumen Learning Objective dan Learning Outcome di kurikulum, fasilitas gedung AC, koneksi internet hingga penyelenggaraan kompetisi hibah pembelajaran digital. Sayangnya, perubahan itu tidak diikuti  cara berpikir atau paradigma pendidikan yang baru, kultur atau proses belajarnya masih Teacher Centered, serta Learning Environment yang tidak mendorong kemandirian mahasiswa memiliki pengalaman belajar sendiri.

Saya teringat suatu artikel populer yang ditulis oleh Terry Eagleton berjudul ”The Slow Death of the University” (2015). Artikel itu mempertanyakan eksistensi perguruan tinggi jika tidak tanggap menghadapi perubahan yang sangat cepat dan bersifat disruptif. Seperti diungkapkan pendidik lain, Terry berargumen bahwa tujuan perguruan tinggi terlalu berorientasi pada kebutuhan ekonomis yakni menyiapkan mahasiswa untuk mendapatkan pekerjaan yang terbaik. Tujuan ini mengakibatkan tradisi belajar serta hubungan dosen dan mahasiswa sebatas hubungan “manajer” dan “konsumen”.

Selain itu, kriteria kesuksesan dosen terlalu berfokus pada jurnal publikasi riset, dan cenderung menihilkan esensi pendidikan untuk kemanusiaan dan kehidupan, seaperti yang pernah diungkapkan oleh Robert Menzies. Bahkan, di Indonesia kualitas pengajaran akan dikalahkan oleh kebutuhan dosen meng-update berbagai evaluasi seperti Laporan Kinerja Dosen (LKD), Beban Kinerja Dosen (BKD), dan laporan lainnya yang berkaitan dengan tunjangan kinerja dosen.

Kondisi ini akan membawa pendidikan tinggi menuju proses kematiannya karena abai melakukan tugas utamanya yakni membangun peradaban. Jika tujuan perguruan tinggi sekedar pintu masuk mahasiswa mencari pekerjaan, tidakkah perusahaan besar seperti Google, Facebook, Erns & Young mulai menihilkan syarat ijazah untuk bekerja di tempat mereka?

Lalu, peluang apa yang bisa diambil oleh setiap Perguruan Tinggi? Mengutip pada salah satu media literasi kampus di Australia, Perguruan Tinggi bisa mendesain kampusnya dengan gaya modern, green building, warna-warni, banyak co-working space bagi mahasiswa dan dosen, serta tata letak kelas terbuka untuk workshop, untuk apa kampus membangun gedung yang begitu mahal dan modern, bukankah menjamurnya platform pembelajaran digital Massive Open Online Course (MOOC) akan memungkinkan siapa saja dapat kuliah online sehingga tidak lagi memerlukan gedung atau ruangan kuliah baru?

Saya mengutip kembali sebuah artikel yang ditulis Jim Clifton berdasarkan survei yang dilakukan Gallup US yang menyarankan Perguruan Tinggi segera mengubah budaya organisasinya agar tidak ditinggalkan oleh generasi millennial. Temuan Gallup menyatakan bahwa generasi millennial akan mendisrupsi tatanan sosial lama di berbagai bidang, baik kesehatan, bisnis, industri, pertanian, perbankan hingga pendidikan tinggi. Mahasiswa Generasi Milenial tidak akan terikat pada sebuah tradisi, institusi bahkan identitas agama atau politik. Mereka sangat berbeda dalam berkomunikasi, membangun relasi, bekerja hingga pada lingkungan sekolah (kampus).

Prinsip yang harus diterapkan Perguruan Tinggi

Saya mendasar pada artikel Clifton serta paparan Prof. Clayton dari Harvard University tentang era disrupsi dan pendidikan masa depan, maka langkah yang dilakukan oleh kampus yaitu upaya untuk berbenah diri agar survive menghadapi perubahan yang disruptif. Perguruan Tinggi harus memiliki konsep green building, open space, inklusivitas, dan fancy adalah bentuk komitmen segenap civitas akademika dalam menyediakan metode pengajaran dan pembelajaran yang lebih baik serta adaptif dengan tuntutan perubahan generasi millennial.

Saya menyatakan terdapat tiga prinsip utama bagi Perguruan Tinggi di generasi millennial, antara lain Pertama, penciptaan kultur kampus yang positif, kekinian serta partisipatif untuk membantu mengembangkan potensi mahasiswa, Dosen, Karyawan di generasi zaman sekarang. Kedua, learning environment yang sesuai untuk pengembangan student centered learning yang mendorong proses pendampingan oleh dosen, teman atau peer sehingga relasi belajar yang terjadi akan setara, inovatif dan inisiatif bukan berdasarkan perintah. Ketiga, iklim pembelajaran yang mengganti sistem penilaian (ujian konvensional) dengan feedback yang bermanfaat dalam memgembangkan potensi, bukan untuk menakar kelemahan.

Ketiga Prinsip ini tidak dapat terfasilitasi oleh lingkungan kampus jika masih mengikuti pakem dengan setting abad 19 atau abad 20 yang teacher centered.

Key Success untuk IKPIA Perbanas sebagai PT yang merespons Revolusi Industri 4.0

Penciptaan lingkungan baru yang dinamis dan interaktif akan merefleksikan perubahan pada paradigma pendidikan, dimana arsitektur akademiknya memungkinkan mahasiswa memiliki kebebasan pilihan atas konten kurikulum yang diingininya meskipun dengan lintas disiplin ilmu. Hal ini penting karena era disrupsi mensyaratkan pendidikan tinggi lebih fleksibel dalam sistem pengajaran dan pembelajaran. Revolusi internet wajib dikelola menjadi “enabler” percepatan untuk membangun sumber daya manusia yang kritis, kreatif. Tujuannya agar lubernya informasi dapat dimanfaatkan menjadi nilai tambah, yang pada gilirannya dapat memecahkan persoalan kemanusiaan yang semakin kompleks.

Kultur atau ekosistem kampus di era disrupsi perlu membangun pendekatan “lateral” dimana solusi atas satu persoalan perlu didekati dengan ragam pendekatan keilmuan.  Hal itu memerlukan landskap kampus yang terintegrasi satu sama lain, mulai dari lingkungan belajar, kurikulum yang fleksibel, metode pengajaran hingga sistem pengelolaan kampus agar adaptif terhadap tuntutan perubahan.

Tata ruang terbuka dan dinamis akan mengubah cara lama dosen mengajar, mahasiswa akan menjadi desainer atas kurikulum serta proses belajarnya sendiri sehingga pembelajarannya tidak lagi sebatas prosedural untuk menggugurkan kewajiban administrasi saja. Penciptaan tata ruang atau ekosistem yang fleksibel maka akan dapat mendorong perubahan pada landskap akademik secara keseluruhan. Dosen akan bergeser peran sebagai fasilitator atau inspirator, mahasiswa akan tumbuh menjadi pembelajar mandiri, saling berkolaborasi bukan berkompetisi serta kreatif atau inovatif dalam menyelesaikan berbagai persoalan.

Dengan lingkungan kampus yang encouragement akan menjadi sangat relevan bagi generasi milenial, karena mereka tidak ingin terikat, sebaliknya menginginkan kebebasan untuk meracik materi hingga metode belajarnya sendiri. Kemandirian ini pada akhirnya dapat melahirkan pengembangan keilmuan baru yang dibutuhkan di masyarakat berbasiskan interdisiplin ilmu.

Jika demikian, kekhawatiran akan masa suram pendidikan tinggi tidak akan terjadi. Pendidikan tinggi justru akan menjadi agen utama dalam mengokohkan demokrasi dan peradaban kemanusiaan di masa depan. Namun siapkah regulator, Perguruan Tinggi, dan masyarakat bersinergi menghindarkan lonceng kematian pendidikan tinggi?

How (Bagaimana Caranya) ?

Perubahan dunia kini tengah memasuki era revolusi industri 4.0 atau revolusi industri dunia keempat dimana teknologi informasi telah menjadi basis dalam kehidupan manusia. Segala hal menjadi tanpa batas (borderless) dengan penggunaan daya komputasi dan data yang tidak terbatas (unlimited), karena dipengaruhi oleh perkembangan internet dan teknologi digital yang masif sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin. Era ini juga akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia, termasuk di dalamnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta pendidikan tinggi.

Kebijakan strategis perlu dirumuskan oleh Perguruan Tinggi dalam berbagai aspek mulai dari kelembagaan, bidang studi, kurikulum, sumber daya, serta pengembangan cyber university, riset dan pengembangangan hingga inovasi. Ada lima elemen penting yang harus menjadi perhatian dan akan dilaksanakan oleh Perguruan Tinggi untuk mendorong pertumbuhan dan daya saing Perguruan Tinggi di era Revolusi Industri 4.0, yaitu:

  1. Persiapan sistem pembelajaran yang lebih inovatif di perguruan tinggi seperti penyesuaian kurikulum pembelajaran, dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal data Information Technology (IT), Operational Technology (OT), Internet of Things (IoT), dan Big Data Analitic, mengintegrasikan objek fisik, digital dan manusia untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang kompetitif dan terampil terutama dalam aspek data literacy, finance and banking literacy, technological literacy and human literacy;
  2. Rekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan tinggi yang adaptif dan responsif terhadap revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu dan program studi yang dibutuhkan. Selain itu, mulai diupayakannya program Cyber University, seperti sistem perkuliahan distance learning, sehingga mengurangi intensitas pertemuan dosen dan mahasiswa. Cyber University ini nantinya diharapkan menjadi solusi bagi anak bangsa di pelosok daerah untuk menjangkau pendidikan tinggi yang berkualitas;
  3. Persiapan sumber daya manusia khususnya dosen dan peneliti serta perekayasa yang responsive, adaptif dan handal untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Selain itu, peremajaan sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur pendidikan, riset, dan inovasi juga perlu dilakukan untuk menopang kualitas pendidikan, riset, dan inovasi;
  4. Terobosan dalam Tri Dharma yang mendukung Revolusi Industri 4.0 dan ekosistem riset dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan dan pengajaran, riset dan pengembangan serta pengabdian masyarakat di Perguruan Tinggi;
  5. Terobosan inovasi dan perkuatan sistem inovasi untuk meningkatkan produktivitas tenaga kependikakan (karyawan administratif Perguruan Tinggi).

Achievment IKPIA Perbanas sebagai Langkah Awal Perguruan Tinggi Milenial

Berbagai upaya dan usaha telah ditempuh serta beragam prestasi yang diperoleh oleh Perbanas Institute demi mengejar cita-cita sebagai Perguruan Tinggi yang eksis di era digitalisasi. Upaya tersebut antara lain :

  1. Literasi Keuangan Syariah Berbasis Digital DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) bekerja sama dengan Komisariat Perbanas Institute
  2. Literasi Keuangan Digital Konventional dengan OJK berbasis Lab. Perbanas Institute bekerjasama dengan OJK, PT. XDana Investama Indonesia
  3. Literasi Perbankan Konventional Mandiri dengan Perbanas Institute Pembukaan Kelas Kriya Mandiri kerjasama antara Perbanas Institute dengan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
  4. Literasi Keuangan Pembukaan Galeri Investasi Kerjasama Perbanas Institute Dengan Mnc Securitas
  5. Penghargaan Dari Kemenristek Dikti atas diraihnya penghargaan Perbanas Institute sebagai Perguruan Tinggi Peringkat Pertama Apresiasi Riset dan Pengembangan Kategori Institut dari Direktorat Sistem Riset dan pengembangan Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan bekerjasama dengan Lembaga layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III
  6. Penggunaan Sistem E-Learning untuk Proses Perkuliahaan
  7. Penggunaan Sistem Terintegrasi Portal Akademik, Keuangan dan Registrasi Mhs
  8. Penggunaan Akses Jurnal Ilmiah Online yang terbaru saat ini adalah Emerald
  9. Kerjasama Pengabdian Masyrakat dengan Instansi Pemerintah, Perbankan, Korporat, dan IKM
  10. Proses Update Kurikulum atas Usulan dari User/Alumni dengan memasukan Bahan Kajian FinTech, TechFin dan Pokok Ajaran Berbasis IT
  11. Ketersediaan Data Management System [DMS] dan Evaluasi Kinerja Mutu Terintegrasi

Demikian gagasan atau ide yang bisa saya paparkan selaku Alumnus Perbanas Institute S-1 Akuntansi Angkatan 2009, juga menempatkan posisi saya selaku Dosen Tetap Perbanas Institute. Semoga Gagasan dan ide yang saya sampaikan menjadi secercah cahaya untuk kita semua melakukan perubahan besar bukan hanya wacana semata.

Selamat Ulang Tahun Perbanas, Barakallah Fii Umrik. Semoga Tahun ini menjadi awal perubahan bagi Kampus tercinta kita menuju Kampus yang mampu berkompetisi dan berprestasi, baik dari Dosen, Karyawan, Mahasiswa maupun Lulusan di era Digitalisasi.

About Rizal Mawardi

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *