access to justice
Salah satu tujuan hukum adalah keadilan dan negara sebagai entitas yang membentuk hukum tujuannya adalah menegakkan keadilan dengan jalan memberikan perlindungan bagi masyarakat agar hak-haknya terpenuhi. Bentuk perlindungan hukum dapat berupa pembelaan saat proses didalam pengadilan atapun diluar pengadilan dengan berbagai cara seperti konsultasi, penyuluhan, pendidikan hukum dan pelatihan bahkan sampai pada tahap mediasi, dan arbitrase.
Salah satu bentuk pelayanan hukum untuk membantu masyarakat dalam memperoleh keadilan antara lain adalah melalui jasa advokat atau pengacara, kesempatan pendampingan ini sering dikenal dengan istilah access to justice.
Istilah access to justice mestinya bukan hanya dikenal tapi juga dipahami maknanya dan yang terpenting diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Access to justice (akses pada keadilan) diartikan sebagai kesempatan untuk mendapatkan keadilan—ini berlaku bagi semua kalangan atau sering disebut dengan istilah justice for all.
Namun dalam kenyataannya, access to justice tidaklah mudah diperoleh khususnya bagi kalangan tertentu misalnya masyarakat miskin atau orang yang tidak memiliki dana dibandingkan dengan orang yang memiliki dana dan memiliki jabatan tertentu. Padahal negara telah memberikan jaminan kesempatan untuk memperoleh keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat sebagaimana disebutkan didalam UUD 45, dan tekad pemerintah untuk memberikan akses kepada keadilan bagi semua pihak secara jelas terlihat dengan terbitnya Inpres Nomor 3 Tahun 2010 bertangal 21 April 2010 tentang program pembangunan berkeadilan yang memberikan penekanan pada pentingnya “keadilan bagi semua”. Inpres ini ditindaklanjuti dengan blue print (2010-2035) yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung dimana salah satu komponen utama reformasi pengadilan di Indonesia untuk sepuluh tahun mendatang adalah akses terhadap keadilan. Demikian juga dengan lahirnya UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang bantuan hukum, mengisyaratkan bahwa akses untuk memperoleh keadilan secara struktural dijamin karena adanyanya jaminan pemberian layanan bantuan hukum bagi mereka yang tidak mampu—UU ini ditindaklanjuti oleh Mahkamah Agung dengan terbitnya
Peraturan Mahkaman Agung Nomor 1 Tahun 2014 tentang pedoman pemberian layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu di pengadilan.
Berkaitan dengan hal tersebut, menurut team peneliti yang diketuai oleh Ro’fah Setyowati, Ph.D dalam penelitiannya tentang access to justice bagi nasabah bank syariah, menyatakan bahwa setidaknya ada enam syarat yang harus dipenuhi agar negara dapat menunaikan kewajibannya dalam mengenalkan perlindungan maupun pemenuhan akses pada keadilan bagi semua orang, yaitu:
1. Adanya profesionalisme para penegak hukum;
2. Adanya sistem informasi terpadu yang dapat diakses secara mudah oleh masyarakat;
3. Adaya transparansi pada institusi para penegak hukum;
4. Adanya penegak hukum yang bertanggungjawab (akuntabel) dalam melaksanakan tugas dan layanan kepada masyarakat;
5. Adanya kesadaran bahwa profesi penegak hukum (polisi, pengacara, dan hakim) merupakan profesi yang mulia (nobile);
6. Adanya jaminan perlindungan dan penghargaan yang layak bagi para penegak hukum
Team peneliti ini juga mengutip pernyataan Adnan Buyung Nasution bahwa peraturan perundangan yang menjamin akses masyarakat terhadap keadilan sangat diperlukan, dan keperluan atas akses tersebut bukan hanya akses pada keadilan dalam arti sempit tetapi keadilan dalam makna yang luas yaitu mencakup semua bidang kehidupan termasuk akses pada keadilan bagi sumber daya alam, akses keadilan dalam hubungan kerja formal dan informal, bahkan akses keadilan dan kesamaan gender.
Adnan Buyung Nasional adalah pakar hukum yang pemikiran-pemikirannya selalu konsisten tentang access to justice dan penghormatan terhadap hak asasi manusia khususnya bagi fakir miskin dan orang tidak berdaya, beliau menyatakan bahwa keadilan erat kaitannya dengan hak asasi manusia dan hak untuk memperoleh keadilan merupakan hak pencari keadilan untuk mendapatkan proses peradilan yang adil dan fair (due process of law) dan keadilan itu sendiri hanya bisa diperoleh jika ada fair trial yaitu hak untuk diadili oleh pengadilan yang kompeten, jujur dan terbuka namun fair trial belum sepenuhnya bisa dijalankan di Indonesia khususnya bagi pencari keadilan yang tidak mampu dan terpinggirkan (pendapat ini dikutip oleh Prof. Dr. Frans H. Winarta, MH. Pada 30 November 2015).