Meninjau Sistem Pendidikan

Keberhasilan pendidikan bukan semata-mata dari lulus ujian. Peserta didik perlu dikembangkan bakat dan keterampilannya sehingga menemukan potensi dirinya.
Selama ini pendidikan itu mengejar ranking di kelas melalui test dan ujian, yang belum tentu cocok dengan kebutuhan dunia nyata. Padahal para lulusan ketika bekerja, mereka bukanlah dibayar semata-mata untuk mengerjakan ujian.
Mentalitas mengejar ranking membuat anak-anak kita tumpul, tidak relevan dan tidak kritis. Prosesnya berjalan satu arah: guru mengajar, murid mendengar; buku disediakan, murid membaca; PR diberikan, murid mengerjakan; ujian & test dilakukan, murid tinggal memuntahkan.
Mereka dijejali.
Jaman sekarang dunia berubah cepat, masalah-masalah semakin ruwet. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah bahwa pendidikan bukanlah menuangkan pengetahuan ke kepalanya murid, tapi mengembangkan keterampilan kehidupan dan profesional secara terus-menerus. Pengetahuan yang relevan dibangun terutama oleh pelajar itu sendiri dengan bimbingan guru, dan dorongan rasa ingin tahu. Jadi, murid tidak pasif di kelas.
Kemampuan afektif dan emosional murid perlu dikembangkan melalui diskusi-diskusi dan bermacam perdebatan ketimbang hanya menyuapi mereka. Kesadaran terhadap nilai-nilai spiritual dan moral ditumbuhkembangkan melalui refleksi diri dan pengalaman nyata, bukan melalui hapalan buku.

Disadur dari:
Zulfaa Mohamed Kassim, http://www.thestar.com.my/news/education/2013/06/30/rethinking-our-education-system/




10 Kecerobohan Terbesar Perilaku Security Karyawan (bagian #3)

10 Kecerobohan terbesar bidang Security ini merupakan catatan dan survey yang dilakukan dari hari ke hari, begitu banyak masalah keamanan yang terjadi tetapi 10 hal inilah yang paling sering dan ceroboh dilakukan oleh karyawan baik di dalam perusahaan maupun diluar perusahaan mereka.

Bagaimana dengan Counter Measure 10 Hal yang luar biasa tersebut ?

lanjut ke link berikut ….

http://www.ignmantra.id/2016/09/10-kecerobohan-terbesar-perilaku.html




antara whistle blower dengan justice collaborator

Kita semua tau bahwa ada tiga kejahatan yang dianggap besar di dunia ini yaitu terorisme, korupsi dan narkotika. Dalam rangka upaya penegakkan hukum untuk menekan angka kejahatan dalam ketiga bidang kejahatan besar tersebut, Pemerintah menetapkan suatu sistem yang menarik untuk diperhatikan yaitu dikenal dengan istilah whistle blower dan justice collaborator.

Sesungguhnya kedua istilah tersebut memiliki perbedaan yang sangat prinsip.
1. whistle blower berkaitan dengan pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu yang bukan merupakan pelaku atau bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkan
2. justice collaborator, merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu, pelaku mengakui kejahatan yang dilakukannya tetapi bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut dan memberikan kesaksian dalam proses peradilan

Untuk memperkuat kedua sistem tersebut, Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang perlakuan bagi pelapor tindak pidana dan saksi pelaku yang bekerjasama.
Namun, di dalam melaksanakan SEMA Nomor 4 Tahun 2011 tersebut tetap perlu untuk memperhatikan UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, karena tentu di dalam istilah whistle blower, seorang pelapor harus diberikan perlindungan sehingga tidak dapat dituntut secara hukum, sedangkan dalam justice collaborator dimana pihak yang memberikan kesaksian bertindak pula sebagai pelaku kejahatan, sehingga dengan demikian selayaknya tidak dapat dibebaskan dari tuntutan (tetapi perlu dan dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan keringanan hukuman).

Sebagai whistle blower ataupun justice collaborator ataupun sebagai saksi untuk memberikan kesaksian dalam kasus-kasus pada umumnya, semua memerlukan obyektifitas, memberikan kesaksian atas fakta yang sebenarnya dan disinilah yang tidak mudah karena kepentingan pribadi ataupun tekanan tertentu seringkali membuat kesaksian menjadi tidak obyektif. Kecenderungan seperti ini telah diisyaratkan di dalam Al Quran, perhatikan ayat berikut di dalam QS 4: 135 terjemahannya berbunyi: “wahai orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin maka Allah lebih tau kemashlahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran dan jika kamu memutarbalikkan kata-kata atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah maha teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan”. Inilah salah satu ayat yang sangat tegas menggambarkan kecenderungan manusia ketika menjadi saksi dan Allah penguasa semesta memerintahkan jadilah penegak keadilan dengan jalan menjadi saksi karena Allah bukan karena kepentingan apapun. Memang tidak mudah, tapi disanalah nilainya! Wallahu a’lam bishowab




Pancasila, masih ada?

Menyebut istilah Pancasila rasanya hati tergetar, namun getaran yang berbeda dengan beberapa waktu yang lalu. Getaran itu kini penuh dengan “air mata”.

Kenapa demikian? Entah apakah anak-anak kita kelak masih mengenal Pancasila. Entah apakah nilai-nilai yang digali dari masyarakat kita dan “berdarah-darah” dirumuskan oleh pendiri bangsa ini masih melekat dan menjiwai pola perilaku anak-anak bangsa ini… saat ini dan akan datang?

Barangkali terlalu berlebihan pertanyaan diatas dilontarkan, namun coba kita renungkan..peristiwa-peristiwa disekitar kita saat ini, bukan hanya pola perilaku dalam aspek sosial kemasyarakatan yang telah menggerus nilai-nilai yang ada didalam Pancasila tetapi pola perilaku bernegara sudah sangat jauh dari nilai-nilai luhur yang ada didalam Pancasila. Ambil contoh. Sila pertama di dalam Pancasila menyebutkan ketuhanan yang maha esa (yang merupakan ruh dari sila-sila lainnya), tapi apa yang terjadi ketika kita melihat begitu banyak aliran sesat (yang sama sekali tidak menunjukkan berketuhanan yang maha esa) dan pelecehan dalam beragama hidup dan tumbuh subur, ketika kita melihat perilaku anak bangsa ini sangat jauh dari keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa sehingga atas nama kebebasan dan hak asasi manusia mengedepankan nilai-nilai yang dilaknat Tuhan, ketika para pemimpin saling menghina dan berperilaku kasar padahal mereka adalah contoh teladan, ketika perilaku anak bangsa ini membiarkan nilai-nilai moral terbang hanya karena memperturutkan kepentingan pribadi dan golongan dengan cara melakukan berbagai perbuatan dzolim terhadap manusia, terhadap lingkungan, bahkan dzolim terhadap diri sendiri dan keluarga…. Seolah-olah Tuhan hanya ada di tempat peribadatan. Ini hanyalah sebuah uraian sederhana dari sebagian kecil nilai-nilai yang dikandung Pancasila.

Mari kita tengok keresahan yang dilontarkan oleh seorang guru besar Hukum Prof. Sunaryati Hartono di dalam tulisannya pada buku “Butir-butir pemikiran dalam Hukum , memperingati 70 Tahun Prof. Dr. B. Arief Sidharta”. Pada kesimpulan tulisannya Prof. Sunaryati Hartono mengemukakan suatu hal yang patut kita renungkan: bahwa sesungguhnya para pendiri bangsa ini telah memilih filsafat kenegaraan dan filsafat hukum yang benar. Hanya saja, dalam penyelenggaraan tata pemerintahan dan Negara kita, sejak tahun 1980-an bangsa dan pemimpin-pemimpin bangsa kita telah memilih jalan pintas, dengan harapan agar Indonesia akan lebih cepat masuk dalam kelompok Negara–negara kaya. Ternyata, jalan pintas itu telah menuju jalan buntu, karena tidak hanya semangat kebangsaan kita menjadi semakin luntur tetapi disamping itu peringkat Indonesia sebagai Negara yang berarti dan berpengaruh didunia Internasional justru semakin merosot, karena sekarang justru di atasi dan didahului oleh Cina, India, Thailand dan bahkan Vietnam!. Oleh sebab itu, dalam rangka menghadapi pemerintahan yang baru, dan bahkan kemungkinan diadakannya amandemen kelima atas UUD 1945, sejogyanya bangsa ini secara serius mempertimbangkan untuk benar-benar tertib menerapkan Pembukaan UUD 1945, sebagaimana dihayati dan dirumuskan oleh para pendiri bangsa Indonesia. Sebab bukan hanya filsafah hukum dan kenegaraan yang tersimpul di belakang perumusahan Pembukaan UUD 1945 yang benar-benar merupakan filsafah yang “digali dari bumi Indonesia sendiri” tetapi yang lebih penting adalah bahwa filsafat hukum dan kenegaraan itu bahkan sudah (lebih dahulu) sesuai dengan tuntutan kehidupan berbangsa dan bernegara di abad ke 21 ini atau yang oleh Maynard dan Mehrtens disebut ‘ The Fourt Wave” itu.

Nah, tulisan Prof. Sunaryati Hartono diatas tentu bukan tulisan tanpa data dan perenungan. Kenyataannya itulah kita kini. Pertanyaan berikutnya adalah: apakah kita masih bisa berharap bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia ini tetap utuh dan kokoh dengan nilai-nilai moral yang sarat sampai akhir zaman atau akan hilang tak berbekas seperti Negara-negara yang disebut didalam kitab suci…..hanya menjadi sejarah dan menjadi buah tutur? Kita semua yang menentukan. Wallahu a’lam bisowab




Implementation of Corporate Governance Influence to Earnings Management

Abstract
The purpose of this paper is to test the influences of corporate governance implementation to earnings management practical. This research used two stages data analysis. Firstly, this research used asymmetrical information variable as intervening variable. Secondly it would have increased significant rate in Structural Equation Modeling those variable used without intervening variable. This research used primary data, collected by 70 respondents. The respondent are all experts, manager, decision maker and the owner. They are performers in the corporate governance. The research has the previous model and method which explain implementation of corporate governance reduced the bad impact of earnings management.

Keywords
Corporate Governance; Asymmetrical Information; Earnings Management

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877042816301045




The Effect of Banking Company Performance toward Good Corporate Governance Listed in Indonesia Stock Exchange

Abstract
The purpose of this study was to measure performance of banking sector toward Good Corporate Governance (GCG). Independent variables used in this study is the Return on Equity (ROE), Return on Assets (ROA), Composition and Size of the Company’s Corporate Assets. The dependent variable that is of GCG. The sample used in this study is banking company listed in Indonesia Stock Exchange 2010-2014 and CGPI with Purposive sampling of 10 commercial banks. The analysis used linear regression. The analysis showed that ROE and Size significantly and negatively related to GCG. ROA and Composition significantly and positively effect on GCG.

Keywords
GCG; ROA; ROE; Fixed Assets Ratio; Performance Size

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877042816300842




Konflik dan damai?

Terjadi dialog antara Allah SWT dengan malaikat yang digambarkan di dalam QS 2: 30 yang artinya:” ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. “mereka berkata: mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau. Tuhan berfirman “ Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. Ayat tersebut menggambarkan bahwa manusia memiliki kecenderungan berkonflik dan melakukan kerusakan.

Manusia cenderung berkonflik, namun manusia akan berusaha menyelesaikan konflik tersebut. Prinsip penyelesaian konflik di dalam ajaran Islam telah dipandu oleh Tuhan di dalam Al Quran dan diwujudkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam berbagai bentuk seperti negosiasi, rekonsiliasi, mediasi, arbitrase dan litigasi (baik secara adjudikasi maupun mediasi).

Dari berbagai pola penyelesaian atas konflik yang terjadi, pola mediasi (perdamaian) baik yang dilakukan diluar pengadilan maupun di dalam pengadilan menjadi alternative yang saat ini tengah didorong untuk dikembangkan (sebagaimana halnya Al Quran mengisyaratkan bahwa mediasi atau perdamaian lebih utama) dan menjadi pilihan bagi pihak-pihak yang mengalami konflik (dalam bidang keperdataan atau muamalat– jika menurut pandangan hukum islam). Salah satu dasar hukum mediasi atau perdamaian atau ash shulhu di dalam Al Quran disebutkan secara tegas di dalam QS Al Hujarat ayat 9, demikian juga yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW ketika menghadapi konflik, serta apa yang diucapkan oleh Umar ra: “tolaklah permusuhan hingga mereka berdamai, karena pemutusan perkara melalui pengadilan ( al qadha) mengembangkan kedengkian diantara mereka (diantara pihak-pihak yang bersengketa)”.

Sedangkan jika melihat dari kacamata hukum positif dan aspek bisnis, semangat untuk melakukan mediasi dalam rangka menyelesaikan konflik terlihat dari banyaknya peraturan perundang-undangan yang mengatur hal tersebut mulai dari Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung sampai dengan tingkatan Undang Undang yaitu antara lain UU No 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa, UU No 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Selain peraturan perundangan-undangan, semangat tersebut terlihat pula dari banyaknya lembaga mediasi seperti PMN (Pusat Mediasi Nasional) yang diberi kewenangan oleh Mahkamah Agung untuk melakukan sertifikasi bagi orang-orang yang berkeinginan untuk menjadi mediator. Selain itu, PMN juga melakukan berbagai mediasi dalam berbagai bidang karena di PMN sendiri ada sekitar 100 orang yang menjadi mediator dengan latar belakang disiplin ilmu yang beragam, selain PMN, ada banyak lembaga mediasi yang tersebar seperti BANI, Basyarnas, BAMES dan mediasi-mediasi yang dilakukan melalui jalur institusi resmi seperti Bank Indonesia atau lembaga mediasi pada Perguruan Tinggi. Sedangkan di dalam pengadilan-pun upaya untuk melakukan mediasi telah menjadi kewajiban sebelum berkas perkara ditangani oleh hakim secara formal dan hal ini diatur melalui Peraturan Mahkamah Agung.

Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa upaya mediasi merupakan salah satu alternative yang harus dipertimbangkan dan dapat ditempuh untuk menyelesaikan konflik dengan harapan konflik dapat diselesaikan dengan cara perdamaian. Beberapa keunggulan mediasi sebagaimana dikemukakan oleh Syarif Bastaman dalam makalahnya diFH Unpad, antara lain:
1. umumnya lebih luwes dan hasilnya tidak terlalu bermusuhan;
2. relative lebih cepat atau murah daripada penyelesaian sengketa melalui litigasi;
3. memungkinkan dibahasnya banyak masalah yang relevan karena tidak dibatasi oleh hukum acara;
4. memungkinkan hubungan baik dipelihara;
5. dapat melibatkan sebanyak mungkin para pihak yang berkepentingan;
6. memungkinkan mengambil keputusan oleh orang yang ahli dalam bidangnya;
7. jika para pihak menghendaki, memungkinkan penyelesaian sengketa secara confidential (dijaga kerahasiaannya);
Wallahu a’lam bishowab




Penggalan Pemasaran 2

VIII.

Factors Affecting Price Decisions

Internal Factors

Marketing Objectives misalnya menaikkan harga karena mutu meningkat

Marketing Mix Strategy misalnya bisa membawa calon mahasiswa lainnya mendapat diskon (member get member)

Costs misalnya biaya pengelolaan meningkat sehingga harga juga meningkat

Organizational   considerations organisasi semakin membesar sehingga biaya juga meningkat sehingga harga juga meningkat

External Factors

Nature of the market  and demand misalnya tidak ada pesaing lain sehingga dapat menaikkan harga jual

Competition misalnya banyak produk yang mirip sehingga harga tidak dapat dinaikkan terlalu tinggi

Other environmental factors (economy,   resellers, government) misalnya keadaan ekonomi sedang memburuk sehingga produk dijual secara terpisah

IX.

Market skimming misalnya menerapkan harga tinggi karena mutu dan citra produk tersebut memang tinggi

Market penetration misalnya menerapkan harga rendah karena ingin menguasai pasar.

Product line pricing misalnya mahasiswa kelas eksekutif atau international diberikan harga lebih mahal karena mendapatkan layanan istimewa.Optional product  misalnya menambah kelengkapan produk calon mahasiswa mendapatkan tas kuliah

Captive product misalnya mahasiswa wajib memiliki buku wajib pada saat kuliah

Pricing low value by product misalnya mahasiswa dapat mengikuti kursus yang diadakan oleh lembaga kerjasama dengan mendapatkan diskon

Product bundling misalnya calon mahasiswa mendapatkan bonus buku wajib jika membayar lunas

Cash discount misalnya misalnya diberikan diskon jika membayar sebelum waktunya

Seasonal discount misalnya diberikan diskon jika membayar pada waktu yang telah ditentukan

Quantity discount diberikan diskon jika membeli buku wajib untuk seluruh mata kuliah sekaligus

Trade in allowance misalnya dapat membeli buku baru dengan diskon karena menukar buku lama.

Customer segmented pricing misalnya 100 pembayar pertama akan mendapatkan diskon

Location segmented pricing misalnya yang mendapatkan tempat yang kurang strategis mendapatkan diskon

Product form segmented pricing misalnya yang membeli produk satu paket akan mendapatkan diskon

Time segmented pricing misalnya yang kuliah di jam sepi akan mendapatkan diskon

Psychological pricing misalnya menerapkan harga pada angka bukan 0 atau 5

Promotional pricing misalnya memberikan harga spesial, rabat, bunga rendah, garansi lebih panjang, dapat hadiah

Geographical pricing misalnya beli di toko akan lebih mahal dibandingkan beli di pabrik

Why price cuts from business side karena kelebihan kapasitas, pangsa pasar berkurang, hendak menguasasi pasar

Why price increases karena harga-harga naik atau kelebihan permintaan

Reaction to price changes from customer side misalnya karena ganti model, tidak laku, mutu diturunkan, harga pesaing juga turun, perusahan dalam masalah

Responding to competitor’s price changes monitor for how long, or follow reduce price, launch low price version, increase price include raising quality

X.

  • Involves getting the right product to the right customers in the right place at the right
  • Companies today place greater emphasis on logistics because:
    • customer service and satisfaction have become the cornerstone of marketing strategy.
    • logistics is a major cost element for most companies.
    • the explosion in product variety has created a need for improved logistics management.
    • Improvements in information technology has created opportunities for major gains in distribution efficiency

 

Contoh bagaimana teknologi dapat mengurangi:

  • perpindahan mahasiswa dan dosen dari sesi satu ke sesi yang lain
  • penggunaan materi pangajaran yang standar, dll
  • horizontal conflict

Channel design decisions:

  • Intensive distribution misalnya kelas besar untuk mata kuliah institut atau fakultas
  • Selective distribution misalnya kelas sedang untuk fakultas atau prodi
  • Exclusive distribution misalnya kelas kecil untuk prodi atau konsentrasi

XI.

Improvements in Information Technology Has Led to Segmented Marketing

More Narrowcasting (media sosial)

Communication process

  1. Preselling misalnya akan diluncurkan produk/jasa baru tahun depan
  2. Selling misalnya dibukan konter penjualandi suatu tempat strategis atau bekerja sama dengan pihak lain
  3. Consuming misalnya selama mengkonsumsi produk/jasa tersebut produsen mengkomunikasikan manfaat yang diterima
  4. Postconsumption misalnya meminta umpan balik kepada konsumen untuk perbaikan di masa mendatang

Key factors in good communication

  1. Sellers Must Know What Audiences They Wish to Reach and Response Desired. Misalnya calon mahasiswa
  2. Sellers Must Design Encoding Messages That Target Audience Can Decode. Misalnya membuat kegiatan yang menarik perhatian generasi tersebut
  3. Sellers Must Send Messages Through Media that Reach Target Audiences. Misalnya menggunakan media sosial
  4. Sellers Must Develop Feedback Channels to Assess Audience’s Response to Messages. Misalnya mendapatkan merchandise.

Setting the promotion mix

Advertising Reach Many Buyers, Repeat Message Many Times, Impersonal, Expensive
Personal Selling Personal Interaction, Relationship Building, Most Expensive Promo Tool
Sales Promotion Wide Assortment of Tools, Rewards Quick Response, Efforts Short-Lived
Public Relation Very Believable, Dramatize a Company or Product, Underutilized
Direct Marketing Nonpublic, Immediate, Customized, Interactive

 

XII.

Setting advertising objectives

  1. Informative advertising misalnya memberikan wawasan bahwa pendidikan itu penting
  2. Persuasive advertising misalnya pengetahuan dasar tentang keuangan itu penting
  3. Reminder advertising misalnya mengadakan pameran tentang keuangan
  4. Comparison advertising misalnya membandingkan sekolah keuangan lainnya

Message strategy

  1. Develop a message, focus on customer benefits misalnya manfaat setelah lulus
  2. Creative concept, misalnya membuat visualisasi dan frasa atau gabungan
  3. Advertising appeals, misalnya yang berarti, dipercaya, dan berbeda

Major Consumer Sales Promotion Tools

  • Samples, misalnya memberikan contoh mata kuliah yang mendukung pekerjaan
  • Coupons, misalnya memberikan kupon kepada para calon mahasiswa yang datang untuk makan siang di kantin.
  • Cash refunds, misalnya memberikan rabat jika membawa surat pada saat promosi
  • Price packs, misalnya mendapatkan diskon jika mendaftar sekalian membeli buku wajib
  • Premiums, misalnya jika membayar lunas mendapatkan tas gratis atau mendapatkan buku dengan harga murah
  • Rewards, misalnya memberikan penghargaan kepada siswa terbaik di suatu bidang
  • Point of purhase, siswa dapat membeli buku di tempat pameran
  • Contests and game, mengadakan berbagai lomba yang melibatkan siswa

XIV.

Some Traits of Good Salespeople

  • Enthusiasm, Persistence, Initiative, Self-confidence, Commitment
  • Sales aptitude, analytical and organizational skills, personality traits, competitor traits

XV.

Why difficult on retaining and growing customers?

  • Changing demographics, more sophisticated competitors, and overcapacity in many industries means fewer customers.
  • Costs five times as much to attract a new customer as to keep a current one satisfied.
  • Losing a customer means losing the entire stream of purchases over a lifetime of patronage – the customer lifetime value
  • Purpose of marketing is to generate customer value profitably – offer customer satisfaction without sacrificing profits.

Basic competitive strategies:

  • Overall cost leadership misalnya Air Asia
  • Focus misalnya General Electric
  • Differentation misalnya batik pesisir
  • Middle of the road (tidak jelas kemana)
  • Operational excellence misalnya blue bird
  • Customer intimacy misalnya Indosat
  • Product leadership misalnya samsung

 

Sumber: Kotler




antara norma agama, norma etik dan norma hukum

Sebuah buku menarik yang ditulis oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH berjudul “Peradilan etik dan Etika Kostitusi (Perspektif baru tentang Rule of Law and Rule of Ethics)” yang merupakan terbitan dari Sinar Grafika, edisi revisi, cetakan ketiga, Januari 2016 akan coba diambil intisarinya khusus pada bagian prolog untuk menjadi bahan renungan disaat orang terus mempertanyakan kapan hukum menjadi panglima?.
Jika diperhatikan, tidak semua agama memiliki sistem ajaran tentang hukum, tetapi hampir semua agama mengajarkan perikehidupan
beretika, berperilaku yang baik dan ideal (yang berbeda hanya formulasi dan bungkusan bahasanya sedangkan esensi kemuliaan yang terkandung di dalamnya serupa). Oleh karena itu, mestinya sistem nilai etika dapat dengan mudah dijadikan sarana untuk mempersatukan umat manusia dalam satu kesatuan sistem nilai luhur yang dapat membangun integritas kehidupan bersama.
Dalam kehidupan bermasyarakat, dikenal tiga sistem norma yaitu norma agama (religious norms), norma atika (ethical norms) dan norma hukum (legal norms). Pada mulanya, ketiga sistem norma ini saling bersinergi namun perkembangan berikutnya terjadi perbenturan satu dengan yang lainnya bahkan Hans Kelsen di dalam bukunya Stuffenbau theorie des recht menegaskan bahwa norma hukum harus dibersihkan atau dimurnikan dari aneka pengaruh sosial politik, ekonomi, dan apalagi pengaruh etika dan agama.
Namun, kenyataan saat ini yang berkembang adalah terjadinya pergeseran kebutuhan dimana antara agama, etika dan hukum tidak bisa dipisahkan secara tegas dan kaku, tetapi juga tetap harus dibedakan dan tidak dipahami tumpang tindih atau campur aduk. Orang akhirnya melihat pentingnya membangun pola hubungan baru antara ketiga sistem norma tersebut. Prof. Jimly mengajak untuk membangun pola baru tersebut dengan salah satu pendekatan “luar dalam” bukan “atas bawah”. Ilustrasinya adalah jika diibaratkan sebagai nasi bungkus maka hukum adalah bungkusnya, sedangkan nasi beserta lauk pauk yang ada didalamnya adalah etika, tetapi segala zat protein, vitamin dan sebagainya yang terkandung di dalam makanan yang terbungkus tersebut adalah intinya yaitu agama (dengan demikian jika bungkusnya tidak indah, jika tampilan makanan/lauk pauknya tidak menarik, dan apalagi jika zat yang dikandung makanan tersebut hilang atau bahkan menjadi beracun-siapa yang salah?).
Selain itu, sistem norma etika juga dapat difungsikan sebagai filter dan sekaligus penyanggah serta penopang bagi bekerja efektifnya sistem norma hukum. Setiap kali terjadi perilaku menyimpang (deviant behavior), sebelum memasuki ranah hukum, sudah tersedia sistem etika yang melakukan koreksi. Dengan kata lain, tidak semua perbuatan menyimpang dari norma ideal harus langsung ditangani melalui mekanisme hukum yang dapat berakibat terlalu besarnya beban sistem hukum untuk mengatasi semua jenis penyimpangan perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Seperti halnya, doktrin di dalam ilmu hukum bahwa hukum pidana harus dilihat sebagai ultimum re medium (sebagai upaya terakhir, sesudah upaya lain habis atau tidak lagi mempan), secara umum memang mestinya hukum dilihat sebagai upaya terakhir. Sebelum hukum, etika harus diberi kesempatam untuk lebih dulu difungsikan. Apalagi sistem sanksi yang diancamkan oleh hukum tidak mengenal upaya pembinaan yang bersifat mendidik seperti halnya sistem sanksi etika.
Semangat yang demikian inilah antara lain yang melandasi dikeluarkannya Resolusi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada bulan Desember 1996 tentang Action Against corruption dengan lampiran naskah “International Code of Conduct for Public Officials”. Dalam resolusi ini, PBB merekomendasikan agar semua Negara anggota PBB membangun infrastruktur etika dilingkungan jabatan-jabatan public (ethics infrastructure for public offices).
Hal ini yang mendorong makin berkembangnya praktek pembangunan infrastuktur kode etik disertai pembangunan institusi-institusi penegak kode etik secara kongkret dimana-mana diseluruh dunia dan disemua bidang dan sektor kehidupan profesional juga keorganisasian. Perkembangan inilah yang oleh Prof. Jimly disebut sebagai functional ethics yaitu dimana sistem etika dipositivisasikan atau dikodifikasikan karena norma etika berfungsi juga dalam rangka menegakkan kemuliaan nilai-nilai keadilan.
Itulah sebabnya hukum dan etika harus sama-sama dikembangkan secara pararel, simultan, komplementer dan terpadu, serta dilengkapi dengan sistem infrastuktur kelembagaan penegakkannya.




Cerita Omprengan

Ada fakta-fakta menarik seputar omprengan.

Berangkat

  1. Omprengan itu adalah jenis angkutan (baca: mobil) yang dimiliki pribadi untuk mengantar para penumpangnya ke tujuan yang telah ditetapkan.
  2. Omprengan ini akan berkumpul di suatu tempat, yang mana para penumpangnya sudah paham dimana tempat tersebut.
  3. Jangan harap ada plang tujuan di depan mobilnya. Umumnya para penumpang baru akan bertanya kepada timer (istilah untuk pengatur omprengan) kalau mau naik omprengan tujuan A yang mana mobilnya.
  4. Sedangkan penumpang lama, sudah tau tujuannya dimana jadi begitu datang langsung mengambil arah.. ke kanan atau ke kiri 🙂
  5. Kalau barang ketinggalan di omprengan.. tenang. Umumnya disimpenin ama pemilik omprengan. Apalagi kalau Anda sering ngobrol dengan pak/bu supirnya hingga mereka kenal dengan Anda. So, sering-sering ngobrol dengan pak/bu supir biar mereka kenal dengan Anda.
  6. Nah.. kalau soal tempat duduk di dalam omprengan.. ada 3 kelas (ini mah istilah saya aja). Untuk yang 3 kelas, kelas yang paling belakang.. berisi 6 orang saling berhadapan, persis seperti mikrolet dengan formasi 3-3. yang tengah berisi 3 orang menghadap di depan. Dan yang depan berisi 1 orang, ini kursi VIP hehehe. Jadi jangan kaget ya kl ditarikin bayaran lalu dibilang kurang/kelebihan.

 

Pulang

  1. Naik bisa dari tempat kumpulnya omprengan atau mencegatnya dari pinggir jalan. Untuk tempat kumpul, bisa cari tau dimana tempatnya kepada teman-teman Anda.
  2. Jika ingin mencegatnya dari pinggir jalan, pastikan lihat jurusannya yang biasanya dipasang di depan kaca mobil. Jangan salah naik mobil bisa nyasar jauh dari tujuan.
  3. Ongkosnya sama semua, ga ada kelasnya.

 

Naik omprengan bagi saya, menyenangkan. Bisa mengenal orang lebih banyak, bisa tidur di mobil atau bisa ngobrol ngalur ngidul ama temen or pak/bu supir. Kalau saya pribadi, hadirnya omprengan ini sangat membantu mengantarkan saya sampai ke tujuan tanpa perlu repot berdiri atau antri cari bus. Memang harganya berlipat-lipat dari busway, tapi saya masih bisa duduk nyaman, tidur sepanjang perjalanan dan ga perlu takut kelewatan. Karena pak Supir udah tau saya turun dimana. Paling saya dibangunin kalau sudah sampai tujuan. 😀